"Kami menilai penggunaan alutsista bekas dan alutsista tua telah menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan. Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan," tuturnya.
Sementara itu, proses perawatan/retrofit yang dilakukan menjadi permasalahan tersendiri dalam kesiapan alutsista.
Misalnya dalam kasus kapal selam KRI Nanggala 402, proses retrofit (overhaul) yang dilakukan di Korea Selatan tentu patut dipertanyakan.
Baca Juga: Mengiris Hati, Beredar Video Viral Balita Larang Ayahnya Pergi Bertugas di KRI Nanggala-402
Mengapa pilihan overhaul itu dilakukan di Korea Selatan dan bukan di Jerman? Padahal, kapal selam tersebut diproduksi oleh pabrikan Howaldtswerke-Deutsche Werft di Jerman bukan oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan.
"Kami mendesak agar pemerintah dan DPR mengevaluasi dan mengaudit semua proses kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan mulai dari kapal selam, kapal perang, pesawat tempur KFX/IFX (KF-21 Boramae) dan lainnya," ujarnya.
Kendati ketentuan tentang pengadaan alutsista telah mensyaratkan untuk tidak melibatkan pihak ketiga (broker), melainkan langsung dilakukan dalam mekanisme government to government atau ke produsen Alutsista langsung, dalam kenyataannya berbeda.
Baca Juga: Waspada Aksi Begal Bermoduskan Tanya Alamat, Pelaku Bacok Korban 4 Kali di Jaksel
Sejumlah pengadaan kerap diwarnai keterlibatan pihak ketiga. Dalam beberapa kasus, keterlibatan mereka kadangkala berimplikasi terhadap dugaan terjadinya mark-up (korupsi) di dalam pengadaan alutsista yang merugikan keuangan negara.