Mereka juga mendesak agar dinas pendidikan segera mencabut peraturan wajib mengunakan jilbab.
Andreas Harsono selaku Peneliti dari pegiat HAM Human Rights Watch yang sudah meneliti soal perundungan jilbab selama hampir delapan tahun.
Dirinya mengatakan bahwa aksi sang guru terhadap siswi-siswinya merupakan perundungan dan hal tersebut bisa mempengaruhi psikologis anak didik mereka.
Andreas Harsono juga mengungkapkan ada guru-gru yang berbuat lebih jauh dari peraturan yang melanggar dan Pelanggaran kodrat ini termasuk memotong rambut, mengurangi nilai pelajaran, dan seterusnya.
Tidak hanya itu dirinya menjelaskan dari 1.500 korban perundungan jilbab yang pernah ia wawancara, banyak yang menderita stress, menangis di kamar mandi sekolah dan bahkan tidak ingin kembali ke sekolah.
Baca Juga: Ringkasan PAI Kelas 11 Bab 1 Semester 1 Tentang Beriman Kepada Kitab, Pelajari Materi Pokoknya!
Purwaniati Nugraheni selaku Plt. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek ikut menanggapi kasus tersebut dan mengungkapakan pemerintah telah mengirim tim yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat.
Memang dalam Permendikbudristek nomor 50 tahun 2022 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah menyebut bahwa jilbab sebagai atribut pelengkap seragam termasuk salah satu model seragam bagi peserta.
Tetapi dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan bahwa jilbab wajib dikenakan oleh murid.