Idul Adha 2022, Ikut Pemerintah atau Arab Saudi? Simak Penjelasan Lengkap Buya Yahya Mengenai Perbedaan Ini

30 Juni 2022, 11:40 WIB
Buya Yahya. Idul Adha 2022, Ikut Pemerintah atau Arab Saudi? Simak Penjelasan Lengkap Buya Yahya Mengenai Perbedaan Ini /Tangkap layar YouTube Al-Bahjah TV

Portalbangkabelitung.com- Idul Adha 2022, ikut pemerintah atau Arab Saudi? Ini penjelasan Buya Yahya terkait hal ini.

Hari Raya Idul Adha 2022 atau 1443 H mengalami perbedaan antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

Sebagian orang mempertanyakan Idul Adha 2022 ikut pemerintah atau Arab Saudi.

Terkait perayaan Hari Raya Idul Adha 2022 yang ada perbedaan antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, Buya Yahya sudah pernah menjawab solusi permasalahan ini.

Baca Juga: Bacaan Niat dan Jadwal, Tanggal Puasa Sunah Jelang Idul Adha 2022 Lengkap ARAB dan LATIN

Dilansir Portalbangkabelitung.com dari kanal YouTube Al Bahjah TV, 21 Agustus 2018, Buya Yahya menjelaskan perbedaan Idul Adha ikut pemerintah atau Arab Saudi.

Menurut Buya Yahya perbedaan hari Raya Idul Adha ini sudah sering terjadi dan telah pernah dibahas.

Berawal dari jamaah Buya Yahya yang mempertanyakan Idul Adha ikut pemerintah atau Arab Saudi jika ada perbedaan.

Menanggapi hal ini, Buya Yahya mengawali penjelasannya tentang Puasa Arafah yang dilaksanakan setiap tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah.

Baca Juga: Idul Adha 2022: 3 Puasa Sunah Bulan Dzulhijjah 1443 H Bisa Hapus Dosa Tahu Lalu, KAPAN? Berikut Jadwalnya!

Jika ada perbedaan Idul Adha antara satu tempat dengan tempat lainnya dalam hal ini Indonesia dan Arab Saudi, bukan serta merta puasa Arafah orang tersebut haram.

Buya Yahya menjelaskan perbedaan itu terjadi pertama tentang menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah.

"Menetapkan tanggal 1 bulan Ramadhan atau bulan lainnya yaitu dengan hilal, rukiyatul hilal, melihat rembulan," kata Buya Yahya.

"Atau yang menggunakan hisab, ada, ada hitungannya," lanjut Buya Yahya.

Baca Juga: Kapan Arab Saudi Idul Adha 2022? Simak Penetapan Hari Raya Idul Adha 2022 dan Wukuf Arafah di Mekah

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Ulama yang berbeda pendapat ini dikatakan Buya Yahya adalah ulama yang besar dan tahu ilmunya.

"Mahdzab Syafi'i grup besar, mahdzab Malik grup besar. Perbedaan ulama-ulama hebat semuanya," jelas Buya Yahya.

Dalam penjelasannya Buya Yahya menyampaikan mahdzab Malik dan beberapa mahdzab lainnya seperti mahdzab Hanafi dan Hambali menetapkan, jika tanggal 1 ada di suatu tempat maka yang lainnya boleh menyeragamkan tanggal 1 itu.

Baca Juga: Waktu Wukuf di Arafah dan Idul Adha 2022 di Mekah Arab Saudi, Tanggal Berapa? Simak Tanggal Penetapannya

"Jadi tidak ada perbedaan mutlak, tidak ada perbedaan tanggal. Misalnya di Indonesia sudah terlihat hilal tanggal 1, maka dunia semua boleh mengikuti. Ini pendapat Imam Malik rahimanullah," terang Buya Yahya.

Lebih lanjut Buya Yahya menyampaikan pendapat yang lain dalam hal ini mahdzab Imam Syafi'i.

"Ulama besar Imam Syafi'i, tidak ada permusuhan mengenai perbedaan ini," kata Buya Yahya.

"Dalam mahdzab Imam Syafi'i ada perbedaan mutlak. Rembulan dilihat, tempat keluarnya rembulan, jika sebuah wilayah terlihat rembulan berbeda maka berbeda juga tanggal satunya," terang Buya Yahya.

Baca Juga: Waktu Mulai Shalat Dhuha, Shalat Jam 7 Pagi Bolehkah? Simak Sabda Rasulullah SAW Berikut Ini

Jika melihat rembulan maka berpuasalah di bulan Ramadhan, namun jika belum, maka tidak berpuasa karena bulan belum terlihat.

Jadi menurut Buya Yahya dalam mahdzab Imam Syafi'i sangat memungkinkan perbedaan antara tanggal 1 di Indonesia dan tanggal 1 di Arab Saudi.

Jika di Mekah telah wukuf di Arafah dan Anda sedang berada di Mekah, maka berpuasalah Arafah.

Namun jika Anda berada di Indonesia dan ada perbedaan tanggal Idul Adha, maka ikuti wilayah tempat Anda berada tersebut.

Baca Juga: Dalil Pelaksanaan Shalat Dhuha Seperti Sedekah Seluruh Persendian, Ini Bunyinya

Lantas, bagaimana menyikapinya?

Buya Yahya menyebutkan di sini ada 2 pendapat ulama besar.

"Kesimpulannya begini 2 pendapat. Kalau seandainya di sini di Indonesia mau ngikut Saudi juga benar menurut mahdzab Imam Malik, tidak salah. Artinya apa hari ini Anda puasa Arafah misalnya, besok menyembelih kurban bareng-bareng dengan Saudi. Sah secara fiqih. Secara fiqih ini sah jangan ada yang mengatakan ini salah," jelas Buya Yahya panjang lebar.

Selanjutnya Buya Yahya menyampaikan jika mengikuti mahdzab Imam Syafi'i.

"Kalau ternyata kita mengikuti mahdzab Imam Syafi'i, karna tanggal sembilannya besok, maka besok puasa Arafah, kemudian kurbannya keesokan harinya. Berarti mundur sehari. Hari esok bagi orang Saudi tidak boleh berpuasa. Ini dalam mahdzab Imam Syafi'i," terang Buya Yahya.

Baca Juga: 3 Wasiat Nabi Muhammad SAW Sebelum Meninggal Dunia, Umat Muslim Wajib Tahu!

"Kesimpulannya, secara fiqih Anda boleh memilih. Kalau dua-duanya pendapat ulama. Lah ini yang salah saling menyalahkan. Ini yang gak enak," lanjut Buya.

Lebih lanjut Buya Yahya menjelaskan bahwa secara fiqih memang boleh memilih. Namun jika membahas fiqih yang lebih besar lagi yaitu tentang kemaslahatan umat, maka kembalikan kepada hakim atau pemerintah.

Kalau seandainya pemerintah memutuskan besok lebaran kurban, kita harus ikut. Biarpun berbeda dengan mahdzab kita. Kita harus adil dengan pemerintah.

Kalau sudah sehakim pemerintah mengambil keputusan, maka akan hilanglah perbedaan tersebut.

Kalau seandainya pemerintah di Indonesia menyamakan dengan Hari Raya di Saudi maka kita semua harus ikut karena ada petunjuk-petunjuk dari ulama Imam Malik. Tapi kalau pemerintah membuat keputusan sendiri, maka itu juga adalah benar sesuai mahdzab Imam Syafi'i.

Baca Juga: HUKUM Mengerjakan Shalat Dhuha Secara Rutin, Bolehkah? Simak Juga Keutamaannya yang Setara dengan Ini

"Yang gak benar yang meributkan dan menyalahkan," kata Buya Yahya.

"Tinggal kita mengikuti pemerintah saja. Jika pemerintah mengikuti mahdzab Imam Malik kita ikut, jika pemerintah mengambil mahdzab Imam Syafi'i maka kita ikut juga," jelas Buya Yahya.

Buya Yahya juga menyampaikan boleh saat mau memilih kedua pendapat ulama tersebut walau harus berbeda.

Namun jika untuk syiar akan menjadi sebuah perbedaan.

Perbedaan dalam fiqih itu memang ada menurut Buya Yahya.

Namun jika kedua pendapat fiqih ini sama-sama benar, kalau hakim atau pemerintah sudah mengambil keputusan maka tidak boleh mendahului atau berbeda.

Baca Juga: CEK DI SINI: Niat Puasa Ayyamul Bidh Lengkap Bahasa Arab, Latin, dan Artinya

"Jika sebuah perbedaan sama-sama benar dalam fiqih, kalau seorang hakim pemerintah sudah mengambil, Anda tidak boleh mendahului, Anda tidak boleh berbeda. Kalau Anda berbeda, Anda membuat keributan," ungkap Buya Yahya.

Maka selanjutnya Buya Yahya mengatakan apapun yang diputuskan pemerintah, hendaklah kita mengikuti.

Kesimpulannya, jika mengikuti mahdzab Imam Syafi'i maka ikuti keputusan hakim pemerintah.

Namun jika mengikuti mahdzab Imam Malik, maka boleh mengikuti Arab Saudi.

Wallahu'alam. Semoga bermanfaat.***

Editor: Suhargo

Sumber: YouTube Al Bahjah TV

Tags

Terkini

Terpopuler