Kondisi Layanan Transportasi Publik di Pangkalpinang, Tinjauan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota UBB

- 3 Maret 2024, 10:01 WIB
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Bangka Belitung (UBB) Mendatangi kawasan pangkalan angkutan kota umum di Kota Pangkalpinang.
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Bangka Belitung (UBB) Mendatangi kawasan pangkalan angkutan kota umum di Kota Pangkalpinang. /Portal Bangka Belitung

PORTAL BANGKA BELITUNG- Angkutan kota atau lebih akrab disingkat dengan nama angkot merupakan salah satu moda transportasi umum yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia sejak 1943 ketika Indonesia masih dijajah oleh Jepang, dengan sistem rute yang telah ditentukan. Namun, seiring dengank emajuan ilmu pengetahuan dan berkembangnya digitalisasi secara tidak langsung telah mengalihkan kebiasaan masyarakat yang biasanya menggunakan angkutan kota beralih kepada kendaraan pribadi dan taksi online. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi para sopir angkot yang dapat dikatakan ‘kalah saing’ dengan layanan online tersebut.

Mengutip dari tulisan Kenworthy, Jeffrey R (2006) dalam bukunya yang berjudul The Eco-city: Ten Key Transport and Planning Dimensions for Sustainable City Development, dikatakan bahwa transportasi yang baik merupakan jantung dari kota keberlanjutan hingga ke tingkat global. Tentu saja hal tersebut sangat berkaitan erat, sebab dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor pribadi, tentu semakin tinggi pula tingkat polusi di wilayah tersebut. Tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi Pemanasan
global dan iklim dunia.

Untuk mendukung komitmen global Sustainable development goals, goals 13 mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.

Pada hari Selasa pada tanggal 27 Februari 2024, Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Bangka Belitung (UBB) mendatangi kawasan pangkalan angkutan kota umum di Kota Pangkalpinang yang berada di sekitar wilayah perbelanjaan Ramayana Department Store dan Bangka Trade Center (BTC).

Baca Juga: Sosialisasi Pengawasan PLTN di UBB, Bapeten Berikan Pemahaman Energi Alternatif

Berbagai keluh kesah yang kami dapatkan setelah berbincang dengan para sopir angkot siang
itu. Pak Saleh, selaku salah satu dari sopir tersebut mengeluhkan penumpangnya yang tidak seramai dulu lagi sehingga mempengaruhi pendapatan mereka sehari-hari. 

“Kalo zaman sekarang angkot lah sepi peminat dek, orang lebih suka bawa kendaraan pribadi atau pesan taksi online," tutur Saleh.

Bersama mahasiswa UBB dengan salah satu sopir angkot di Kota Pangkalpinang.
Bersama mahasiswa UBB dengan salah satu sopir angkot di Kota Pangkalpinang. Portal Bangka Belitung

Dalam kondisi seperti ini, banyak sopir angkot yang memutuskan untuk banting setir ataupun mencari pekerjaan tambahan karena penghasilan menjadi sopir angkot dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Tentu saja, dengan jumlah penumpang yang kian berkurang tidak akan menutupi biaya operasional yang diperlukan.

"Untuk penghasilan saat ini, tidak menentu. Sering kali kami hanya mengantongi penghasilan kotor Rp100.000 yang memang sudah harus ada di kantong, belum lagi dikurangi biaya bahan bakar Rp40.000 sendiri," keluh Saleh kepada mahasiswa Universitas Bangka Belitung (UBB).

Halaman:

Editor: Suhargo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x