Ekonomi di Masa Kepemimpinan Jokowi- Ma'ruf: di Indonesia, Bayi Baru Lahir Saja Sudah Berhutang

20 Oktober 2020, 17:48 WIB
Ilustrasi Foto MASSA yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) melakukan aksi unjukrasa di depan Gedung Merdeka, jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa 20 Oktober 2020. Dalam aksinya mereka menyuarakan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja dan mengkritisi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. */ /Pikiran-rakyat.com/ARMIN ABDUL JABBAR//Pikiran-rakyat.com/ARMIN ABDUL JABBAR

Portalbangkabelitung.com- Kurang lebih selama Satu tahun kepemimpinan .

Pakar ekonomi menyoroti kondisi hutang pemerintah Indonesia yang nilainya semakin tinggi saat ini.

Hutang pemerintah tercatat pada akhir Agustus 2020 angkanya mencapai Rp5.594 triliun.

Hal tersebut berdasarkan APBN KiTA edisi September 2020 yang dirilis Kementerian Keuangan belakangan ini.

Baca Juga: Jennie BLACKPINK Akhir-akhir Ini Tidak dapat Berkomunikasi Secara Dekat dengan Penggemarnya

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, artinya jika dibagi 270-an juta penduduk Indonesia.

Maka setiap warga Indoneisa menanggung Rp20,5 juta utang pemerintah, bahkan sejak bayi baru lahir.

"Permasalahannya adalah dalam beberapa tahun sebelumnya ini ada kenaikan utang per kapita cukup tinggi, karena dua tahun sebelumnya masih Rp16-17 juta ditanggung per orang, bahkan bayi baru lahir pun juga sudah menanggung hutang pemerintah karena ada konsekuensi pembayaran pajak dan semacamnya," ujar Bhima saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Selasa 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Spoiler Perubahan Besar dalam Romansa Record of Youth

Atas hal ini, Bhima menilai pemerintah sepertinya tidak memiliki manajemen pengelolaan utang yang prudent.

Kemudian pengelolaan hutang tidak optimal karena di seksi lain pemerintah masih boros bukan untuk penanganan Covid-19, tapi untuk birokrasi, dan hanya menyisakan porsi lebih kecil belanja modal produktif.

Disampaikan pula jika di saat bersamaan utang naik, tapi di sisi lain aliran uang itu kemana dibelanjakannya.

Baca Juga: Ask Us Anything Jadwal Tayang Episode Spesial dengan 14 Tamu dari 7 Girl Group

Lanjutnya, tentu hal ini yang menjadi permasalahan ketika stimulus penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional masih sangat rendah realisasinya.

Selain itu, ia juga menyoroti banyak pembelanjaan tidak tepat sasaran. Misalnya program insentif kartu pra kerja yang diklaim banyak joki dan insentif belanja kesehatan.

Kemudian keterlambatan untuk melakukan verifikasi data tenaga medis yang di daerah sehingga pencairan lambat dan bermasalah.

Baca Juga: 7 Kursus Daring Gratis, Buat Tetap Produktif Selama Pandemi

Alhasil, jika dilihat urutannya ada yang tidak tersinkronisasi yaitu Kementerian Keuangan diminta mencari utang dengan jumlah besar.

Sementara kemampuan kementerian/lembaga lainnya dalam efektivitas belanja sangat rendah.

Sebagaimana diberitakan PRFMNews pada 20 Oktober 2020 dengan judul “Ekonom: Setiap Bayi Baru Lahir di Indonesia Menanggung Utang Pemerintah Rp20,5 juta”.

Baca Juga: Gubernur dan DPRD Babel Nyatakan Sikap Penolakan UU Ciptaker

Terlebih lagi, belum ada punishment atau hukuman bagi kementerian/lembaga itu, padahal beban semakin besar serta makin menyulitkan pemerintah untuk membayar hutang.

"Tapi kok tidak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Begitu juga penanganan Covid-19, masih empat ribu kasus per hari, kita masih sangat lambat untuk melakukan penanganan," pungkasnya.***(Rizky Perdana/ prfmnews)

Editor: Suhargo

Sumber: PRFM News

Tags

Terkini

Terpopuler