Kemudian pengelolaan hutang tidak optimal karena di seksi lain pemerintah masih boros bukan untuk penanganan Covid-19, tapi untuk birokrasi, dan hanya menyisakan porsi lebih kecil belanja modal produktif.
Disampaikan pula jika di saat bersamaan utang naik, tapi di sisi lain aliran uang itu kemana dibelanjakannya.
Baca Juga: Ask Us Anything Jadwal Tayang Episode Spesial dengan 14 Tamu dari 7 Girl Group
Lanjutnya, tentu hal ini yang menjadi permasalahan ketika stimulus penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional masih sangat rendah realisasinya.
Selain itu, ia juga menyoroti banyak pembelanjaan tidak tepat sasaran. Misalnya program insentif kartu pra kerja yang diklaim banyak joki dan insentif belanja kesehatan.
Kemudian keterlambatan untuk melakukan verifikasi data tenaga medis yang di daerah sehingga pencairan lambat dan bermasalah.
Baca Juga: 7 Kursus Daring Gratis, Buat Tetap Produktif Selama Pandemi
Alhasil, jika dilihat urutannya ada yang tidak tersinkronisasi yaitu Kementerian Keuangan diminta mencari utang dengan jumlah besar.
Sementara kemampuan kementerian/lembaga lainnya dalam efektivitas belanja sangat rendah.
Sebagaimana diberitakan PRFMNews pada 20 Oktober 2020 dengan judul “Ekonom: Setiap Bayi Baru Lahir di Indonesia Menanggung Utang Pemerintah Rp20,5 juta”.