' La Sape ' Fenomena Sosial, Memaksa Bergaya di Tengah Derita

17 Februari 2021, 22:06 WIB
/https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2021/02/10/2862756190.jpg

Portalbangkabelitung - Sapeurs/Sapeuse fenomena bergaya di tengah-tengah komplek kumuh terlihat seperti memaksa, sebutan untuk para dandies dari Congo.

Berpakaian dengan warna terang, berpakaian mewah namun berkumpul di perumahan kumuh hanya untuk bergaya.

Orang-orang dengan penampilan nyentrik ini, biasanya berkumpul di jalanan kumuh kota Kinshasa dan kota Brazzenville di Republik Demokrat Kongo.

Menyebut diri mereka bagian dari Société des ambianceurs et des personnes elegantes yang jika di terjemahkan menjadi Komunitas Pencipta Suasana dan Orang-orang Elegan.

Baca Juga: Program Studi Aktuaria, Penjelasan dan Prospek Kerja

Tujuan mereka berkumpul tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk bergaya dengan memamerkan baju-bajunya yang berwarna-warni dan mahal, ke orang-orang sekitar.

Tidak hanya itu, para anggota komunitas ini biasanya juga melakukan polling dan saling berlomba untuk menentukan siapa yang tampil dengan baju terbaik.

Nah, Percaya atau tidak, nyatanya budaya yang disebut sebagai La Sape ini telah hadir sejak lama di tanah Kongo.

Namun bagaimana ceritanya budaya untuk terlihat kaya di tengah-tengah kemiskinan ini dapat hadir di negara seperti Afrika?

Baca Juga: BPS: Keluarga Termiskin di Indonesia Berasal dari Sektor Pertanian

Pada mulanya, semua dimulai oleh para pekerja kolonial yang datang dari Afrika Barat ke Kongo, yang kemudian oleh penduduk Kongo disebut sebagai Orang Kolonial.

Para kolonial yang terdiri dari orang Inggris dan Perancis kalangan bawah ini, memiliki kebiasaan bergaya seolah-olah status mereka lebih tinggi.

Hal tersebut pun ditunjukkan dengan dengan gaya berpakaian, berbicara, hingga gaya mereka dalam bersosialisasi dengan warga setempat.

Penduduk asli Kongo yang melihat hal ini pun perlahan meniru gaya tersebut, namun memadukannya dengan pakaian tradisional Kongo, Liputa yang seringkali berwarna terang dan bermacam-macam warnanya.

Baca Juga: Halo Pengguna Telkomsel! Ada Saldo GoPay Rp1 Juta Untukmu, Buruan Daftar!

Uniknya orang-orang yang bergaya La Sape ini benar-benar menghabiskan uang mereka sekedar untuk bergaya dan terlihat mewah.

Bahkan tidak jarang mereka meminjam uang dari orang lain untuk memenuhi gaya hidupnya yang jika dilihat dengan akal sehat, akan sangat kontras dan terbailik dengan terhadap tempat mereka tinggal.

Namun tetap saja orang-orang Kongo ini nekat melakukannya.

Mereka bahkan menganggap La Sape sebagai simbol harapan akan kembalinya stabilitas dan perdamaian setelah bertahun-tahun dilanda perang saudara.

Baca Juga: Clubhouse Aplikasi yang Sedang Naik Daun, Meningkatkan Keamanannya

Namun Dibalik itu, tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena sosial La Sape ini juga menjadi bentuk dari ekspresi diri dan menunjukkan bahwa mereka tidak kalah dari orang-orang barat.

Sebagaimana yang diberitakan JurnalSumsel.com yang berjudul “ Mereka yang Memaksa Bergaya di Tengah Derita, Berikut Fenomena Sosial Unik Nan Miris Bernama 'La Sape' " tayang pada 10 Februari 2021***(Jurnal Sumsel/Andrey Yzetbegovict)

Editor: Suhargo

Sumber: Jurnal Sumsel

Tags

Terkini

Terpopuler