Kirim Nota Protes Akibat Pengeboran Minyak Di Perairan Natuna, DPR RI Minta Indonesia Tak Tanggapi China

- 9 Desember 2021, 23:09 WIB
Ilustrasi wilayah Laut Natuna Utara. Ptobowo siagakan kapal perang di Natuna pasca China klaim wilayah Natuna Utara miliknya
Ilustrasi wilayah Laut Natuna Utara. Ptobowo siagakan kapal perang di Natuna pasca China klaim wilayah Natuna Utara miliknya /Pixabay/Defence-Imagery

Portalbangkabelitung.com- China kembali berulah terhadap perairan kepulauan Natuna dengan mendesak Indonesia agar berhenti untuk melakukan kegiatan pengeboran minyak dalam nota diplomatik.

Hal tersebut dilakukan dengan alasan pengeboran yang dilakukan oleh Indonesia masuk ke wilayah yang diklaim Beijing

Wilayah tersebut dianggap oleh mereka sebagai bagian dari hak bersejarahnya.

Baca Juga: Panglima TNI Akui Ada Ribuan Prajuritnya Yang Terinfeksi HIV/AIDS

Nota protes China tersebut dikirim bulan lalu saat kapal penelitian mereka melewati bagian Laut China Selatan.

Berbeda dengan China, Indonesia mengklaim bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di lepas pantai Kepulauan Natuna.

Kendati telah memberikan nota protes, permintaan China itu tidak pernah diindah kan oleh pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Ketua IMF Peringatkan Bahaya Ekonomi Global Akibat Varian Omicron

Hal tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan ketegangan atas sengketa sumber daya alam antara kedua negara.

Indonesia dalam hal ini tidak melihat dirinya sebagai pihak dalam sengketa Laut China Selatan, namun Indonesia merasa memiliki klaim atas hak maritim yang tumpang tindih dengan China di wilayah perairan lepas Kepulauan Natuna.

Christina Aryani yang merupakan anggota Komisi I DPR RI pun ikut buka suara terkait hal tersebut.

Baca Juga: MUI Tepis Tudingan Predator Seks Terhadap 12 Santri Di Bandung Adalah Bagian Dari Mereka

Cristina meminta pemerintah Indonesia untuk tidak menanggapi klaim sepihak China atas Laut Natuna Utara sebagai wilayah teritorial mereka.

“Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak China atas nine dash line atau sembilan garis putus-putus (pada peta) dan karenanya tidak perlu menanggapi protes-protes tanpa dasar hukum tersebut,” ujar Christina.

China berkali-kali telah mengklaim wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau, masuk ke dalam wilayah nine dash line.

Baca Juga: Kepala Angkatan Bersenjata Inggris Ikut Angkat Bicara Terkait Konflik Rusia-Ukraina

Namun wilayah tersebut adalah wilayaj yang dibuat sendiri oleh China dengan dasar historis untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan.

Nine dash line ini dibuat secara sepihak tanpa mematuhi aturan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.

Padahal, China tercatat sebagai negara pihak penandatangan konvensi tersebut.

Baca Juga: Komisioner KPAI Sebut Pelaku Pemerkosa 12 Santriwati Di Bandung Dapat Dihukum Kebiri

"Sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 bahwa ujung selatan Laut China Selatan merupakan bagian dari zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, yang sejak 2017 kita namakan sebagai Laut Natuna Utara,” lanjut Cristina.

Diketahui sebelumnya, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 56 UNCLOS 1982 tentang Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban negara pantai dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Indonesia memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam di perairan Natuna karena memanglah berada di wilayah Kedaulatannya.***

Editor: Suhargo

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah