Respon Pelecehan Seksual di Rumah Ibadah: GMNI Desak Pemerintah Segera Mengesahkan RUU PKS

- 23 Mei 2021, 14:41 WIB
Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia*/
Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia*/ /Pengurus GMNI//Portalbangkabelitung.com/

Portalbangkabelitung.com- Kekerasan seksual kerap terjadi pada anak-anak dan perempuan, Sarinah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Provinsi Bangka Belitung (Babel) mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada Minggu, 23 Mei 2021.

Wakil Ketua Bidang Sarinah GMNI Babel, Marsya menyebutkan, tiap harinya berita tentang kekerasan seksual baik yang terjadi kepada anak-anak, perempuan, ataupun gender lainnya masih banyak bermunculan di portal berita dan media sosial.

Salah satunya adalah kekerasan seksual yang terjadi 16 Mei 2021 lalu di masjid Baitul Makmur, Pangkalpinang.

Baca Juga: Formasi CPNS Kementerian PUPR 2021 Ada 1.057 Formasi, Berikut Link dan Syaratnya

Korban yang masih berusia 8 tahun mengalami kekerasan seksual saat sedang sholat Isya bersama ibunya. Sang pelaku yang berinisal IZ pun diketahui masih berusia 16 tahun.

Marsya mengatakan hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan seks sejak dini perlu dilakukan.

Menurutnya, orang tua juga dapat memberikan bekal kepada anak tentang bagaimana cara menyelamatkan dirinya jika ada orang lain yang menyentuh dirinya secara tidak sopan.

Baca Juga: 2 Dokter dan 4 PNS Terlibat Jual Beli Vaksin Covid-19 Ilegal, Tjahjo Kumolo Minta Pecat Pelaku

"Sangat penting bagi orang tua untuk memberikan pemahaman mengenai seksualitas kepada anak. Dengan begitu anak dapat mengetahui apa saja organ-organ intim di tubuhnya dan tahu yang mana saja bagian tubuh yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tidak," kata Marsya. 

Selain itu, menurut Marsya, memberikan pemahaman tentang consent juga akan meminimalisir terjadinya kekerasan seksual sebab anak tau bagaimana caranya menghargai tubuh orang lain dan tidak menyentuh orang lain tanpa persetujuan mereka.

Baca Juga: Berikut 13 Formasi CPNS yang Sepi Peminat, Ayo Simak, Peluang Kamu Lolos Akan Semakin Besar

Ia menuturkan, kejadian ini juga membuktikan bahwa kekerasan seksual tidak terjadi karena pakaian, tempat, usia, maupun alasan victim blaming lainnya. Melainkan dari diri pelaku sendiri, dari keinginan dan perbuatannya untuk melecehkan.

"Karena itulah menormalisasikan kekerasaan seksual dan budaya victim blaming perlu dihentikan. Tidak ada pembenaran atas ketidakadilan dan pelaku harus dihukum dengan seadil-adilnya," tegasnya.

Hingga kini, sambung Marsya, belum ada payung hukum yang memberikan rasa keadilan pada korban.

Baca Juga: Berikut 13 Formasi CPNS yang Sepi Peminat, Ayo Simak, Peluang Kamu Lolos Akan Semakin Besar

Selama ini substansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

Ia menerangkan, data Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual.

Tetapi dalam KUHP, hanya pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan saja yang dapat dipidanakan.

Baca Juga: Kisi-Kisi Soal Tes Seleksi CPNS dan PPPK 2021: TWK, TIU, dan TKP

"Hal ini lah yang mendorong banyak pihak untuk menuntut DPR RI agar mengesahkan RUU PKS yang diharapkan mampu mengisi celah kekosongan hukum mulai dari pencegahan hingga penanganan dan rehabilitasi yang berperspektif korban dan memberikan efek jera pada pelaku," ujarnya.

Marsya menjelaskan, dilihat dari kasus di atas, yang mana korbannya adalah anak di bawah umur, maka pemulihan penyintas perlu diprioritaskan.

Seperti yang diketahui bahwa RUU PKS tidak hanya tentang pidana, tetapi juga pemulihan penyintas. Sudah semestinya tidak ada alasan lagi untuk menunda pengesahan RUU PKS yang aturan hukumnya bersifat khusus (lex specialis).

Baca Juga: Kisi-Kisi Soal Tes Seleksi CPNS dan PPPK 2021: TWK, TIU, dan TKP

"Bahkan dengan maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia, seharusnya RUU PKS dapat disahkan sesegera mungkin agar menjadi jalan keluar untuk berbagai kasus kekerasan seksual serta memberikan perlindungan kepada penyintas baik secara hukum, fisik, dan mental," terangnya.

Oleh karena itu, mewakili Sarinah GMNI Babel, Ia berharap pemerintah daerah Bangka Belitung dapat menjamin dan memastikan tidak adanya lagi kekerasan seksual dalam bentuk apapun baik di rumah ibadah maupun di tempat lainnya.

Menurutnya, pemerintah daerah dan pihak berwajib juga diharapkan dapat segera berkoordinasi untuk mengusut tuntas semua kasus kekerasan seksual di Bangka Belitung baik yang dilaporkan maupun tidak terlapor.

Baca Juga: Lulusan SMA Wajib tahu! Berikut 10 Formasi CPNS yang Paling Diminati Lulusan SMA

"Dan menjadikan Bangka Belitung sebagai ruang aman kekerasan seksual bagi segala kelompok terutama anak-anak dan perempuan," pungkas Marsya.***

Editor: Suhargo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x