Versi Muhammadiyah, Ketinggian Matahari di -18 derajat di Bawah Ufuk Masuk Waktu Salat Subuh

- 15 Maret 2021, 15:55 WIB
Massa yang salat subuh berjamaah di area Bandara Soekarno-Hatta.
Massa yang salat subuh berjamaah di area Bandara Soekarno-Hatta. /Twitter/@QaillaAsyiqah

Portalbangkabelitung.com - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan sikap terkait maraknya polemik penentuan waktu terbitnya fajar yang menandakan Salat Subuh.

Seperti diketahui, dalam Islam penentuan waktu terbitnya fajar merupakan persoalan yang sangat penting.

Hal tersebut lantaran berkaitan dengan empat jenis ibadah yang meliputi penentuan awal salat subuh, akhir salat witir, awal ibadah puasa, dan akhir wukuf di Arafah.

Baca Juga: Ini Dampak Pandemi Pada Kesehatan Mental Generasi Muda, Menurun 80 Persen

Dari penentuan waktu tersebut, muncul sejumlah pertanyaan khususnya terhadap salat subuh.

Menanggapi pertanyaan yang kerap muncul, Muhammadiyah turut memberikan sikapnya.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengungkapkan bahwa penentuan awal subuh harus akurat berdasarkan penelaahan teks Al-Quran dan Hadis, maupun realitas objektif di alam raya.

Baca Juga: Amien Rais Singgung Kudeta Moeldoko ke AHY, Ada Kalimat Lurah

Pada Musyawarah Nasional Tarjih ke-13 tahun 2020 lalu, ulama-ulama Muhammadiyah berkumpul membahas titik ketinggian Matahari di bawah ufuk pada saat fajar.

"Mengapa Majelis Tarjih mengangkat persoalan ini karena banyaknya pertanyaan, bukan hanya di Indonesia melainkan juga di berbagai belahan dunia. Misalnya di Maroko sejumlah pemuda dengan sengaja menyantap makanan di bulan Ramadan pada saat azan subuh berkumandang sebagai sikap protes bahwa jadwal resmi masih terlalu pagi," kata Syamsul seperti dikutip oleh Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi Muhammadiyah.

Halaman:

Editor: Muhammad Tahir

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x