Kemudian menurut Arpandi ukuran kualitas tidak hanya diukur dari tinggi atau besarnya partisipasi, ukuran kualitas di masa krisis di masa Pandemi harus menggunakan parameter krisis.
Pilkada berkualitas ketika partisipasinya tinggi kemudian tidak ada kesalahan prosedur kemudian tidak ada maladministrasi atau pelanggaran-pelanggaran “money politic “ itu sudah boleh dikatakan berkualitas.
Baca Juga: Mahasiswa UBB Gelar Audiensi dengan Pemerintah Babel Angkat Isu Komoditas dan HTI di Babel
Dalam mengukur kualitas Pilkada mestinya mengunakan parameter krisis, misalnya yang mendapatkan kualitas bagus dalam pilkada di era krisis ini memiliki nilai sekitar 60 persen saja.
Sebab KPU tidak dapat memastikan 100 persen pemilih hadir ke TPS jika pandemik ini belum usai.
Maka parameter-parameternya pun harus diturunkan, tidak bisa cara mengukur pemilih di era Pandemi ini sama dengan era normal pada umumnya. (Tahir)