KPAI Menerima Pengaduan Terkaik pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan di Sekolah Swasta maupun Negeri

17 Februari 2021, 20:01 WIB
Kantor KPAI di Jalan Teuku Umar Nomor 10-12 Jakrta Pusat. / /Kantor KPAI di Jalan Teuku Umar Nomor 10-12 Jakrta Pusat. /

PortalBangkaBelitung.com - Selama Pandemi banyak Pengaduan pembayaran pendidikan terhadap siswa swasta maupun Negeri sehingga memicu kasus banyak peserta didik akhirnya putus sekolah bahkan mereka memilih bekerja dan menikah

Retno Listyarti mengatakan bahwa pengaduan yang diterima KPAI terkait sumbangan pembinaan pendidikan dikarenakan kebijakan belajar dari rumah hingga tunggakan pembayaran selam tiga hingga 10 bulan.

KPAI menyelesaikan kasus tersebut melalui mediasi yang melibatkan dinas pendidikan setempat dan pembina sekolah-sekolah negeri maupun swasta.

Baca Juga: Bareskrim Polri Pilah Barang Bukti Tewasnya Laskar FPI yang Diterima dari Komnas HAM

"Selama pandemi Covid-19 KPAI menerima pengaduan terkait pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah swasta," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Retno Listyarti pada Rabu, 17 Februari 2021 di Jakarta.

"Kasus-kasus tersebut diselesaikan melalui mediasi dengan melibatkan dinas pendidikan setempat dan pembina sekolah-sekolah negeri maupun swasta,” ujarnya menambahkan.

 

“Pengaduan meliputi jenjang PAUD hingga SMA/SMK, baik negeri maupun swasta. Namun, yang terbanyak adalah sekolah swasta,” katanya.

Baca Juga: Gaji Cepat Habis? Yuk, Intip Tips Keuangan Berikut Ini!

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Retno Listyarti mengatakan bahwa pandemi Covid-19 yang mendorong penerapan pembelajaran jarak jauh bagi siswa sekolah dapat memicu kasus anak putus sekolah dan perkawinan anak.
Anak putus sekolah saat pandemi Covid-19 dipicu karena anak yang dinikahkan atau memilih bekerja membantu perekonomian keluarga.

 

Ia menyampaikan bahwa sebagian keluarga kehilangan pendapatan karena orang tuanya kehilangan pekerjaan, sehingga anak memilih bekerja atau dikawinkan.

KPAI menemukan 119 peserta didik yang menikah dengan usia antara 15 hingga 18 tahun.

Baca Juga: Ibu Hamil Wajib Punya Aplikasi Ini di Android, Pemantau Janin Sampai Melahirkan

Retno mengatakan pihak sekolah mengetahui bahwa siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah keluarga karena siswa tidak hadir dalam pembelajaran jarak jauh dan tidak pernah mengumpulkan tugas.

Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan bahwa perkawinan anak memiliki dampak buruk bagi anak, keluarga bahkan negara.


“Perkawinan anak berdampak negatif bagi anak, terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang dapat mengakibatkan kemiskinan baru atau kemiskinan struktural,” kata Lenny N Rosalin, sebagaimana dikabarkan Antara

Baca Juga: Prof. Abdul Haris : Universitas Indonesia Membuka Tiga Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru

Hal tersebut dikarenakan anak belum siap secara fisik dan psikis untuk melakukan perkawinan. Perkawinan anak dinilai berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang salah terhadap anak bahkan perdagangan orang.

Pegiat Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo mengatakan bahwa perkawinan anak dapat mengganggu kesehatan reproduksi pada anak perempuan seperti kanker serviks atau kanker leher rahim.

Zumrotin K Susilo menyayangkan masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu, sehingga hanya menjadi materi sisipan pada salah satu mata pelajaran di sekolah.

Baca Juga: Liga Champions Porto vs Juventus, Simak Prediksi Lengkapnya

Sebagaimana Artikel ini telah tayangkan di media PikiranRakyat.com dengan judul " Imbas Pandemi, KPAI Ungkap Meningkatnya Kasus Putus Sekolah hingga Perkawinan Anak" yang terbit pada Rabu 17 Februari 2021

Ia mendorong konselor dan psikolog di Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) untuk memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi secara menyeluruh kepada para orang tua.

Dengan begitu, diharapkan orang tua bisa membimbing anak-anaknya karena peran orang tua sangat strategis dalam membimbing anak terkait kesehatan reproduksi, terutama ketika anak pertama kali mengalami menstruasi dan mimpi basah.***(Pikiran Rakyat.com/Mutia Yuantisya)

Editor: Muhammad Tahir

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler