Seorang Biarawati Menangis dan Berlutut Memohon di Hadapan Tentara Myanmar Untuk Berhenti Tembaki Warga

- 8 Maret 2021, 08:38 WIB
Potret biarawati yang menangis dan berlutut di hadapan militer dan polisi Myanmar.
Potret biarawati yang menangis dan berlutut di hadapan militer dan polisi Myanmar. /Twitter/@htinkthu

Portalbangkabelitung.com - Kerusuhan di Myanmar akibat aksi kudeta oleh militer Myanmar masih terus berlangsung.

Para pasukan senjata semakin brutal terhadap para demonstran, kerusuhan ini juga telah memakan banyak korban.

Ann Rosa Nu Tawng seorang suster asal Myanmar, memohon kepada para tentara untuk berhenti menembaki warga sipil dengan berlutut di depan barisan para tentara.

Baca Juga: Siap Habisi Pemberontak Komunis, Filipina Anggarkan Rp5 Triliun

"Tembak saja saya jika Anda mau," kata biarawati itu.

Ia nekad melakukan hal tersebut karena para pengunjuk rasa tidak memiliki senjata dan hanya ingin menunjukkan keinginannya terhadap kudeta militer Myanmar.

Ketika pasukan keamanan Myanmar menindak protes jalanan pada 28 Februari, suster Ann Rosa Nu Tawng bertekad untuk melindungi orang-orang yang melakukan protes damai terhadap kudeta militer, sehingga ia pun nekat berlutut di barisan tentara Myanmar.

Baca Juga: Update Covid-19 Dunia 8 Maret 2021: Indonesia Tertinggi se-Asia Tenggara

Tidak terpengaruh oleh rasa takut, suster Nu Tawng berlutut di depan personel keamanan tentara Myanmar, memohon kepada mereka untuk tidak menembak warga sipil yang tidak bersenjata.

Dengan lantang, suster Nu Tawng nekat berlutut dengan menahan tentara Myanmar dan meminta mereka untuk menembaknya saja.

"Tembak saja saya jika Anda mau," kata biarawati itu.

Baca Juga: Orang Utan dan Simpanse Primata Non-manusia Pertama yang Menerima vaksin Covid-19 Eksperimental

"Para pengunjuk rasa tidak memiliki senjata dan mereka hanya menunjukkan keinginan mereka dengan damai,” tambahnya.

Singkatnya, biarawati dari kongregasi suster St. Francis Xavier di Myitkyina, ibu kota negara bagian Kachin, berbicara bahwa petugas keamanan menyuruhnya pergi karena dia dalam bahaya besar, tetapi dia bersikeras dia tidak akan pergi dan siap untuk mati.

“Saya telah mempersiapkan diri saya sendiri bahwa saya akan memberikan hidup saya untuk Gereja, untuk orang-orang dan untuk bangsa,” dia bertutur.

Baca Juga: Penularan Covid-19 Menurun, Inggris Akan Lakukan Pembukaan Sekolah

Kemudian, suster Nu Tawng menjelaskan tentang bagaimana dia dua kali memohon kepada pasukan keamanan dan bagaimana dia membantu pengunjuk rasa melarikan diri dari pemukulan dan penangkapan.

Pada 28 Februari, terjadi pemogokan nasional terhadap kekuasaan militer karena ribuan orang melakukan protes yang membawa tindakan keras yang intensif oleh polisi dan tentara, yang menyebabkan sedikitnya 18 kematian dan sejumlah luka-luka.

Adapun biarawati berusia 45 tahun itu ingat bahwa puluhan pengunjuk rasa lari dan bersembunyi di klinik yang dikelola gereja tempat dia bekerja ketika petugas keamanan memukuli, mengejar, dan menangkap mereka.

“Ketika saya melihat skenario itu, saya merasa ini seperti zona pertempuran,” katanya.

Baca Juga: Siap Habisi Pemberontak Komunis, Filipina Anggarkan Rp5 Triliun

Dia juga dipukul di kaki dan dada tetapi hanya mengalami luka ringan.

Namun begitu, suster Nu Tawng adalah salah satu biarawati yang berdiri di depan klinik dan menunjukkan solidaritas dengan para pengunjuk rasa dengan memegang spanduk bertuliskan "Keadilan dan demokrasi akan menang" saat pengunjuk rasa anti-kudeta berbaris di jalan-jalan.

Selain itu, ia juga ikut serta dalam pawai di Myitkyina bersama dengan para pendeta, umat awam, dan biarawati lainnya untuk berdoa bagi perdamaian.

Lebih lanjut, biarawati itu mengatakan dia merasa sangat sedih dan menangis ketika dia melihat gambar pasukan keamanan dengan keras menindak protes damai di beberapa kota.

Baca Juga: Aparat Berhasil Gagalkan Puluhan Ribu Benur Lobster, KKP: Ekspor Benur Harus dengan Syarat

“Saya seorang biarawati Katolik tetapi saya juga warga negara Myanmar, jadi saya memiliki perasaan yang sama dengan orang-orang Myanmar,” katanya.

Selain itu, ia juga ikut serta dalam pawai di Myitkyina bersama dengan para pendeta, umat awam, dan biarawati lainnya untuk berdoa bagi perdamaian.

Lebih lanjut, biarawati itu mengatakan dia merasa sangat sedih dan menangis ketika dia melihat gambar pasukan keamanan dengan keras menindak protes damai di beberapa kota.

“Saya seorang biarawati Katolik tetapi saya juga warga negara Myanmar, jadi saya memiliki perasaan yang sama dengan orang-orang Myanmar,” katanya.

Baca Juga: Wanita ini Kehilangn Hak Asuh Anak Kandungnya Sendiri

Bahkan, suster Nu Tawng menekankan bahwa orang-orang dari semua lapisan masyarakat, agama dan etnis perlu berjalan bahu-membahu untuk mencapai tujuan demokrasi.

“Saya yakin kami akan mencapai tujuan kami melalui ketekunan meskipun perjalanannya berat dan menghadapi lebih banyak pertumpahan darah,” katanya.

Gambar-gambar dari intervensi berani Sister Nu Tawng dibagikan di media sosial dan bahkan orang-orang dari luar Myanmar termasuk jurnalis, kelompok hak asasi dan mantan utusan hak asasi PBB Yanghee Lee memuji keberaniannya.

Sebagaimana artikel ini telah terbit di media PikiranRakyat-Pangadaran.com dengan judul "Detik-detik Seorang Suster Berlutut di Depan Tentara Myanmar Agar Setop Tembaki Warga" yang tayang pada 7 Maret 2021***(Pikiran Rakyat Pangadaran/R Sabrina Puspa Dewi)

Editor: Suhargo

Sumber: Pikiran Rakyat Pangandaran


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah