Selain itu, menurut Marsya, memberikan pemahaman tentang consent juga akan meminimalisir terjadinya kekerasan seksual sebab anak tau bagaimana caranya menghargai tubuh orang lain dan tidak menyentuh orang lain tanpa persetujuan mereka.
Baca Juga: Berikut 13 Formasi CPNS yang Sepi Peminat, Ayo Simak, Peluang Kamu Lolos Akan Semakin Besar
Ia menuturkan, kejadian ini juga membuktikan bahwa kekerasan seksual tidak terjadi karena pakaian, tempat, usia, maupun alasan victim blaming lainnya. Melainkan dari diri pelaku sendiri, dari keinginan dan perbuatannya untuk melecehkan.
"Karena itulah menormalisasikan kekerasaan seksual dan budaya victim blaming perlu dihentikan. Tidak ada pembenaran atas ketidakadilan dan pelaku harus dihukum dengan seadil-adilnya," tegasnya.
Hingga kini, sambung Marsya, belum ada payung hukum yang memberikan rasa keadilan pada korban.
Baca Juga: Berikut 13 Formasi CPNS yang Sepi Peminat, Ayo Simak, Peluang Kamu Lolos Akan Semakin Besar
Selama ini substansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Ia menerangkan, data Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual.
Tetapi dalam KUHP, hanya pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan saja yang dapat dipidanakan.
Baca Juga: Kisi-Kisi Soal Tes Seleksi CPNS dan PPPK 2021: TWK, TIU, dan TKP