Kecelakaan Alutsista Sering Terjadi, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Libatkan KPK

28 April 2021, 07:39 WIB
Insiden kecelakaan kapal selam TNI AL KRI Nanggala 402 yang menewaskan 53 awak kapal menjadi evaluasi pembelian alutsista bekas. //ANTARA

Portalbangkabelitung.com - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen melakukan audit independen seluruh alat utama sistem persenjataan (Alutsista).‎

Hal itu dilakukan guna kejadian terkait tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402, tidak kembali terulang lagi.

Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak pemerintah untuk ‎tidak menggunakan alutsista yang sudah tua dan berumur 20 tahun ke atas sampai hasil audit selesai dilakukan.

Baca Juga: Lanturkan Komentar yang Dinilai Melecehkan Istri Prajurit Nanggala-402, Pria Ini Ditahan Polisi

Karena menurut Koalisi,‎ tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 merupakan peristiwa yang tragis dan memprihatinkan.

Di tengah keprihatinan dan rasa duka itu, peristiwa tersebut perlu dilihat dan dinilai dalam gambaran yang lebih besar tentang masalah modernisasi alutsista yang terjadi di Indonesia.

 

Peristiwa kecelakaan alutsista di Indonesia bukanlah yang pertama kali terjadi.

Baca Juga: Resmi Dinyatakan Gugur, Wapres Ma’ruf Amin: Semoga Arwah para Awak KRI Nanggala-402 Tercatat sebagai Syuhada

Sudah beberapa kali peristiwa kecelakaan terjadi seperti jatuhnya pesawat tempur F-16 dan Hawk, pesawat angkut Hercules, helikopter MI-17, tenggelamnya kapal angkut TNI, hingga terakhir tenggelamnya KRI Nanggala 402.

Berbagai faktor bisa menjadi penyebab terjadinya kecelakaan mulai dari human error, permasalahan mesin, faktor alam dan faktor lainnya.

"Namun demikian, satu hal penting yang selalu luput diperhatikan dari setiap kecelakan alutsista adalah soal tata kelola perawatan dan pemeliharaan Alutsista Indonesia," kata Julius Ibrani, perwakilan koalisi dalam keterangan tertulis bersama‎ Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan‎, Selasa 27 April 2021.

Baca Juga: Prajurit KRI Nanggala 402 Resmi Dinyatakan Gugur, Jusuf Kalla Ajak Keluarga Gelar Salat Gaib

Karut marutnya tata kelola Alutsista Indonesia sangat mungkin dapat memperbesar risiko terjadinya berbagai kecelakaan.

Gelapnya tata kelola pengadaan, perawatan dan reparasi alutsista pada akhirnya juga bakal menjadikan prajurit TNI rentan menjadi korban, bahkan hingga meninggal.

"Kami menilai bahwa pengadaan alutsista sebagai bagian dari upaya modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan. Meski demikian, upaya tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel," ucapnya.

Baca Juga: Kepala BIN Papua Meninggal Dunia, AHY Sampaikan Dukacita: Jasa-jasanya sebagai Patriot akan Selalu Terkenang

Dalam praktiknya, beberapa kasus pengadaan alutsista selama ini bukan hanya menyimpang dari kebijakan pembangunan postur pertahanan, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya korupsi.

Dalam sejumlah pengadaan, misalnya, beberapa Alutsista yang dibeli berada di bawah standar dan kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan.

Pembelian alutsista bekas pun menjadi persoalan karena memiliki potensi bermasalah yang lebih besar lantaran tidak hanya akan membebani anggaran perawatan, tetapi bakal berisiko pula terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan dan keamanan prajurit.

Baca Juga: Baku Tembak dengan KKB di Kampung Dambet, Kepala BIN Papua Brigjen TNI Putu IGP Dani NK Meninggal Dunia

"Kami menilai penggunaan alutsista bekas dan alutsista tua telah menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan. Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan," tuturnya.

Sementara itu, proses perawatan/retrofit yang dilakukan menjadi permasalahan tersendiri dalam kesiapan alutsista.

Misalnya dalam kasus kapal selam KRI Nanggala 402, proses retrofit (overhaul) yang dilakukan di Korea Selatan tentu patut dipertanyakan.

Baca Juga: Mengiris Hati, Beredar Video Viral Balita Larang Ayahnya Pergi Bertugas di KRI Nanggala-402

Mengapa pilihan overhaul itu dilakukan di Korea Selatan dan bukan di Jerman? Padahal, kapal selam tersebut diproduksi oleh pabrikan Howaldtswerke-Deutsche Werft di Jerman bukan oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan.

"Kami mendesak agar pemerintah dan DPR mengevaluasi dan mengaudit semua proses kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan mulai dari kapal selam, kapal perang, pesawat tempur KFX/IFX (KF-21 Boramae) dan lainnya," ujarnya.

Kendati ketentuan tentang pengadaan alutsista telah mensyaratkan untuk tidak melibatkan pihak ketiga (broker), melainkan langsung dilakukan dalam mekanisme government to government atau ke produsen Alutsista langsung, dalam kenyataannya berbeda.

Baca Juga: Waspada Aksi Begal Bermoduskan Tanya Alamat, Pelaku Bacok Korban 4 Kali di Jaksel

Sejumlah pengadaan kerap diwarnai keterlibatan pihak ketiga. Dalam beberapa kasus, keterlibatan mereka kadangkala berimplikasi terhadap dugaan terjadinya mark-up (korupsi) di dalam pengadaan alutsista yang merugikan keuangan negara.


Koalisi menilai persoalan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan Alutsista di Kementerian Pertahanan memang menjadi persoalan yang serius.

Ketiadaan peran dan kewenangan lembaga independen seperti KPK yang turut memonitor dan mengawasi persoalan pengadaan Alutsista membuat proses pengadaannya di Kementerian Pertahanan rawan terhadap terjadinya penyimpangan atau korupsi.

Baca Juga: Jangan Ditiru! Beredar Video Viral Aksi Pengendara Motor Lepas Tangan dan Duduk Bersila, Polisi Amankan Pelaku

Alhasil, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista menjadi bermasalah. Padahal, anggaran belanja negara (APBN) untuk pengadaannya menggunakan dana yang sangat besar.

"Kami mendesak dalam upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista, pemerintah juga harus mendorong peran lembaga-lembaga pengawas independen, seperti KPK untuk melakukan pengawasan dan menginvestigasi penggunaan anggaran pertahanan, atau lebih khususnya dalam pengadaan alutsista," tuturnya.

KPK bisa terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan dugaan penyimpangan pengadaan alutsista dengan dasar asas lex specialis derogat lex generalis.

Baca Juga: Beredar Pesan Bersambung di Grub WA, Kapolda NTT Imbau Masyarakat Jangan Bawa Nama Ras dalam Kasus Kamtibmas

Modernisasi alutista merupakan sebuah kebutuhan, namun penguatannya harus berjalan secara transparan dan akuntabel.

Untuk tujuan itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah segera melakukan reformasi peradilan militer dengan merevisi UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Dengan langkah tersebut, kepastian akan transparansi dan akuntabilitas dalam memodernisasi alutsista bisa benar-benar terwujud.

Baca Juga: Terkait Kekisruhan di Myanmar, Presiden Jokowi Minta Myanmar Bebaskan Tahanan politik

Tanpa adanya reformasi peradilan militer, modernisasi alutsista akan selalu dibayang-bayangi dugaan praktik korupsi.

 

"Kami mendesak agar kementerian pertahanan dan TNI untuk fokus dalam melakukan perencanaan pertahanan. Sudah saatnya dua hal penting yang perlu dilakukan adalah memodernisasi alutsista dan meningkatkan profesionalisme prajurit dengan memenuhi kesejahteran prajurit (well-paid), peningkatan pelatihan (well-trained), perbaikan pendidikan (well-educated) dan penguatan alutsista (well-equipped)," katanya. ‎

Koalisi mendesak pula agar seluruh program di Kemhan yang tidak memperkuat komponen utamanya sepantasnya ditiadakan, seperti rencana pembentukan komponen cadangan, pelibatan militer dalam program cetak sawah dan program-program lainnya yang tidak relevan dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.

Baca Juga: Berikut Profil Fatimah Az Zahra Salim Barabud Calon Istri Ustaz Abdul Somad

Koalisi yang terdiri dari Centra Initiative, Imparsial, Elsam, LBH Pers, ICW, LBHM, LBH Jakarta, KontraS, ICJR, PILNET Indonesia, HRWG, Walhi Eknas, PBHI Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue, SETARA Institute‎ juga mendesak pemerintah mengevaluasi seluruh kerja sama pengadaan alutsista serta menghapus pihak ketiga dalam pengadaannya.

Tak hanya itu, modernisasi alutsista perlu diperkuat dengan memprioritaskan pembelian alat yang baru bukan bekas.

Sebagaimana Artikel ini telah terbit di media Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Tanggapi Insiden Kapal Selam KRI Nanggala 402, Koalisi Masyarakat Sipil: Setop Alutsista Bekas!" yang tayang pada Selasa 27 April 2021.*** (Pikiran-Rakyat/Bambang Arifianto)

Editor: Ryannico

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler