Tak hanya itu saja, Departemen Kehakiman juga menuduh tiga peretas asal Korea Utara itu terlibat dalam pembuatan WannaCry 2.0 ransomware-- perangkat lunak yang merusak sistem komputer.
Ransomware buatan Korea Utara itu menyerang jaringan komputer Badan Kesehatan Nasional Inggris pada 2017.
AS turut menyalahkan tiga peretas itu karena menerobos masuk dalam sistem komputer sejumlah bank di Asia Selatan, Asia Tenggara, Meksiko, dan Afrika dengan cara merusak protokol SWIFT untuk mencuri uang.
Para peretas itu juga diyakini telah menyebarkan aplikasi berbahaya yang menargetkan para pengguna uang digital mulai Maret 2018 sampai September 2020.
Baca Juga: Seorang Ulama Ditangkap oleh Pihak Berwenang Arab Saudi
Dari jumlah uang yang berhasil dicuri oleh para peretas belum jelas sampai saat ini, hal itu karena ada beberapa aset yang berhasil dipulihkan atau dikembalikan tetapi jumlahnya masih cukup besar.
alam sebuah kasus peretasan yang terjad di Bangladesh Bank pada 2016, pelaku diyakini berhasil kabur membawa uang senilai 81 juta dolar AS atau sekitar Rp1,13 triliun.
“Intelijen Korea Utara menggunakan keyboard daripada senjata, mencuri uang digital daripada uang fisik, dan mereka adalah para pencuri bank abad ke-21 paling terdepan di dunia,” kata Asisten Jaksa Agung AS, John Demers, saat jumpa pers.
Sementara itu, Asisten Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) di Los Angeles, Kristi Johnson, mengatakan tiga peretas itu diyakini ada di Korea Utara. Sebagaimana dikutip Portalbangkabelitung.com dari Pikiran-Rakyat.com
Baca Juga: Tahun Ini, Palestina Tunjukkan Antusiasme Tinggi dalam Pemilihan Umum