HMI Babel Raya: Tolak Keras Investasi Miras

- 2 Maret 2021, 18:53 WIB
Ramsyah Al Akhab (Peradaban dan Kajian Strategis HMI Cabang Bangka Belitung Raya)
Ramsyah Al Akhab (Peradaban dan Kajian Strategis HMI Cabang Bangka Belitung Raya) /Seldi Herdiansyah/Portal Bangka Belitung

 

Portalbangkabelitung.Com- Sampai saat ini, Perpres tentang penanaman modal untuk industri minuman keras terus mendapat kritikan dan sikap kontra dari berbagai pihak. Nyaringnya penolakan menandakan bahwa peraturan tersebut bahkan pada lini pemerintah pusat belum selesai terkonsolidasi. Sudah berjalan satu bulan sejak ditetapkannya peraturan tersebut, seharusnya subtansi yang menjadi penolakan dapat dievaluasi.

Sayangnya sampai sekarang, belum tampak ada iktikad baik dari presiden. Guna melihat subtansi-subtansi penolakan, tulisan ini mencoba memaparkan latar belakang dibalik sikap-sikap kontra terhadap Perpres tersebut.

Beberapa waktu lalu, tepatnya 2 Februari 2021, Presiden Jokowi telah menetapkan industri minuman keras masuk dalam Daftar Positif Investasi (DPI). Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal. Nantinya, penanaman modal tersebut juga akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Baca Juga: Apresiasi Jokowi yang Cabut Perpres Izin Investasi Miras, Mardani Ali: Jadikan Sebagai Pelajaran

Bila hanya ditilik sekilas, tampak pemerintah hanya mencoba memanfaatkan kearifan lokal untuk kepentingan investasi. Sayangnya, hal ini justru memperlihatkan buruknya cara pendang pemerintah terhadap kearifan lokal. Pada beberapa tradisi nusantara, alkohol memang digunakan sebagai salah satu instrumen. Namun hal ini tidak tepat untuk dijadikan landasan pemerintah untuk membuka investasi minuman keras. Pasalnya, antara investasi dan kearifan lokal (tradisi) merupakan dua kepentingan yang berbeda. Investasi minuman keras menunjukkan sikap eksploitasi pemerintah terhadap kearifan lokal untuk menutup anggaran pemerintah. Besarnya dampak negatif dari minuman keras (sebagaimana penjelasan dibawah), ujungnya malah membuat masyarakat menjadi objek yang disalahkan.

Baru seminggu kebelakang, sebuah kasus aparat penegak hukum (polisi) yang mabuk karena ditagih pembayaran miras, malah menembaki 4 warga, 1 anggota TNI dan 2 pegawai kafe di Cengkareng, hingga memakan korban jiwa. Ini menjadi salah satu contoh bahaya yang nyata dari minuman keras.

Selaras dengan kejadian tersebut. Data resmi pemerintah Inggris (tahun 2006) menyebutkan bahwa hampir separuh kejahatan dengan kekerasan di negara ini diakibatkan oleh pengaruh minuman beralkohol. Lebih dari satu juta pelaku agresi kejahatan yang terdata dipercaya berada dalam pengaruh alkohol.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmi Cabut Perpres Izin Investasi Miras Usai Menerima Masukan dari Ulama

Halaman:

Editor: Suhargo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x