Polemik Tambang Sangihe Sulawesi Utara: Pakar Sebut Ini Efek Domino UU Minerba yang Sentralistik dan Oligarki

1 Juli 2021, 11:49 WIB
Polemik Tambang Emas Sangihe Sulawesi Utara, Pakar Hukum Pertambangan Dr. Derita Prapti Rahayu Sebut Ini Akibat Efek Domino UU Minerba yang Sentralistik, Oligarki dan Berpihak. /Sumber: Facebook Derita Prapti Rahayu./

Portalbangkabelitung.com- Polemik tambang Sangihe Sulawesi Utara menuai pro dan kontra antar masyarakat hingga dengan para pihak pemangku kepentingan. 

Polemik penolakan izin pertambangan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Sulawesi Utara yang tengah menjadi sorotan publik.

Pakar Hukum Pertambangan Dr. Derita Prapti Rahayu menjelaskan jika polemik kasus Sangihe terjadi karena ada benturan regulasi.

Baca Juga: Tambang Ilegal di Kabupaten Bangka, Surya Timur Membandel: Nekat Operasi Didekat Pinggir Jalan Umum

"Polemik itu terjadi akibat benturan regulasi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.," ungkap Derita Prapti Rahayu yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan di Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung.

Ditegaskan pula oleh Derita Prapti Rahayu jika masalah pertambangan yang timbul saat ini juga tak lepas sebagai efek domino terbitnya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang sentralistik, oligarki, dan berpihak pada perusahaan pertambangan.

“Saat ini seluruh kategori izin pertambangan ditarik ke pusat. Saya harap kekuasaan di pemerintah pusat yang menjadi legitimasi untuk izin-izin tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada," tutur Derita Prapti Rahayu yang saat ini juga aktif sebagai peneliti di Pusat Studi Hukum Energi dan Sumber Daya Mineral IKA Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Baca Juga: Dua Orang Tewas Dan Enam Orang Dilaporkan Hilang Akibat Kecelakaan Tambang Di China

Lebih lengkap Dr. Derita Prapti Rahayu menyampaikan jika harus dilihat apakah relevan atau sinkron dengan undang lainnya, seperti UU tentang RTRW atau regulasi soal daerah pesisir dalam hal pertambangan.

Pernyataan Dr Derita Prapti Rahayu tersebut juga seolah kini mendapat dukungan dari Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Tata Kelola Minerba
Irwandy Arif.

Irwandy Arif pun buka-bukaan soal sikap pemerintah atas kisruh di Sangihe dan kondisi perizinan pertambangan di Indonesia di webinar “Bincang Tambang Sangihe” yang digelar pada Jumat, 25 Juni 2021.

Baca Juga: Karang Taruna Dan Masyarakat Desa Mapur Tolak Tambang Laut Di Laut Tuing

Irwandy menjelaskan pihak kementerian terus menerima masukan dari sejumlah
pemangku kepentingan dan masyarakat sampai saat ini.

Ia menjelaskan PT TMS
merupakan perusahaan Kontrak Karya Generasi 6 dan telah melakukan kegiatan
eksplorasi sejak 1997.

Tak hanya Dr. Derita Prapti Rahayu dalam hal ini Pakar Hukum Lingkungan dan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Wahyu Nugroho juga menanggapi dan mengatakan baiknya menghindari kekisruhan seperti kasus Tambang Sangihe.

Baca Juga: Akibat Terus Diserang, Kelompok Produsen Rokok Ingin Ajak LSM Anti Tembakau Berdiskusi

Maka dalam upayanya maka diperlukan instrumen perizinan lingkungan hidup tidak dapat diabaikan. Terutama dokumen AMDAL saat izin tambang disetujui pemerintah.

Mendukung pernyataan Dr. Derita Prapti Rahayu dalam hal polemik pertambangan saat ini, Ketua IKA FH Universitas Diponegoro Ahmad Redi menambahkan bahwa izin pertambangan mesti dikaitkan dengan empat keseimbangan hak secara prioritas.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Hand Body Lotion Untuk Cerahkan Kulitmu dan Ramah Di Kantong

Diantaranya yaitu keseimbangan hak lingkungan hidup, keseimbangan hak masyarakat yang berada dalam dan sekitar kegiatan yang akan ditambang, keseimbangan hak pemerintah dan pemda, serta keseimbangan hak pelaku
usaha.***

 

Editor: Suhargo

Tags

Terkini

Terpopuler