Komisioner Bidang Pendidikan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Retno Listyarti mengatakan bahwa pandemi Covid-19 yang mendorong penerapan pembelajaran jarak jauh bagi siswa sekolah dapat memicu kasus anak putus sekolah dan perkawinan anak.
Anak putus sekolah saat pandemi Covid-19 dipicu karena anak yang dinikahkan atau memilih bekerja membantu perekonomian keluarga.
Ia menyampaikan bahwa sebagian keluarga kehilangan pendapatan karena orang tuanya kehilangan pekerjaan, sehingga anak memilih bekerja atau dikawinkan.
KPAI menemukan 119 peserta didik yang menikah dengan usia antara 15 hingga 18 tahun.
Baca Juga: Ibu Hamil Wajib Punya Aplikasi Ini di Android, Pemantau Janin Sampai Melahirkan
Retno mengatakan pihak sekolah mengetahui bahwa siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah keluarga karena siswa tidak hadir dalam pembelajaran jarak jauh dan tidak pernah mengumpulkan tugas.
Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan bahwa perkawinan anak memiliki dampak buruk bagi anak, keluarga bahkan negara.
“Perkawinan anak berdampak negatif bagi anak, terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang dapat mengakibatkan kemiskinan baru atau kemiskinan struktural,” kata Lenny N Rosalin, sebagaimana dikabarkan Antara
Baca Juga: Prof. Abdul Haris : Universitas Indonesia Membuka Tiga Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru
Hal tersebut dikarenakan anak belum siap secara fisik dan psikis untuk melakukan perkawinan. Perkawinan anak dinilai berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang salah terhadap anak bahkan perdagangan orang.