Oleh karena itu, tidak mengherankan jika proses ekstraksi air tanah menjadi semakin cepat.
Kepala Pusat Konservasi Air Tanah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Isnu Sulistyawan mengatakan bahkan ekstraksi secara ilegal merupakan cara termudah dan termurah untuk mengambil air.
“Karena sekali Anda mengebor, air dapat diambil (dari sumur) tanpa membayarnya. Pengambilan air tanah tidak mudah untuk dipantau, karena lubang bor mungkin tersembunyi dan sulit ditemukan,” ujarnya.
Selain proses ekstraksi air tanah, Isnu Sulistyawan juga menyebutkan adanya aktivitas tektonik dan beban bangunan yang berat, yang diduga menjadi pemicu permukaan tanah berpindah dan tenggelam.
Baca Juga: Simak Baik-Baik! Berikut Jadwal Seleksi Perekrutan CPNS, PPPK, dan Sekolah Kedinasan 2021
Pendapat lainnya datang dari Pulung Arya Pranantya selaku peneliti di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI.
Pulung Arya Pranantya mengatakan, adanya pembangunan baru di Jakarta, kemungkinan berdampak pada tanah lunaknya.
“Sangat mungkin bahwa bangunan saat ini memiliki bobot yang lebih besar dari yang mereka lakukan di masa lalu, dan sangat mungkin bahwa beban ini menyebabkan penurunan permukaan tanah yang lebih cepat,” pungkasnya.
Baca Juga: BNPB Kerahkan Bantuan Makanan dan Peralatan Hidup bagi Warga yang Terdampak Banjir Bandang di NTT